Sakura, 3 Maret 2006, pagi hari setelah operan jaga
Seniman Kelede dalam karyanya
Laki-laki kurus itu bernama Alvius
Diangkat dari kisah nyata, sdr Alvius (bukan nama sebenarnya), pasien kamar A8 Ruang Sakura
Laki laki kurus ini tampak lusuh, wajahnya kusut dan mendung tanpa ekspresi. Aku mendekat laki-laki yang baru beranjak dewasa itu. Ia tetap diam, sedikitpun ia tak menganggap aku ada. Ia mematung, memandang lurus.Nanar.
”Alvius, Bagaimana kabarnya hari ini?Sedang memikirkan sesuatu?”,Aku bertanya pelan sambil ku sentuh bahunya.
Alvius tetap diam. Perlahan air matanya menetes. Ia menggigit bibir, Alvius menangis. Perilaku yang sejak ia aku rawat tak ia pertontonkan.
”Papa belum datang?”, tanya aku pelan sekali.
Tiba-tiba ia berteriak. “Kakak boleh Tanya apapun tentang aku, tapi jangan tanya tentang papa, karena aku tak mengenal papaku, aku tak mengenal papaku !!!”
Jangan Tanya tentang papa Kak.........!!!
Alvius memejamkan matanya begitu kuat, aku biarkan ia menangis. Alvius laki-laki 19 tahun. dirawat di Ruang Sakura sejak 4 hari yang lalu. Menurut paman Alvius, akhir-akhir ini Alvius bicaranya kacau. Beberapa bulan terakhir, Alvius sakit-sakitan, tidak bisa tidur.
Aku betulkan selimutnya.Selang NGT-nya aku pindah ke sisi kiri wajahnya. Pelan aku pegang tangannya yang penuh tato bergambar naga. Pelan aku berkata pada Alvius, “Alvius bosan tiduran? Alvius ingin duduk?”
”Kak, aku lelah sekali, sangat lelah. Jangankan untuk duduk, sekedar membuka mata aku begitu enggan. Aku tak kuat lagi melihat mereka yang masih bisa tersenyum, aku tak mampu lagi melihat mereka yang begitu bahagia. Bukan aku tidak mau, tapi aku... Aku bukan tidak mau hidup, tapi kematian mungkin lebih indah. Lihat Kak…….. Mana Ibu, Ga ada kan? Mana Papa, Ga ada kan? Sodara, Mana mau ngakuin anak nakal. Tetangga? Mana mau nemenin anak broken
Lihat Kak…………Aku sendiri, saat aku seperti ini, aku sendiri”.
Ia tidak lagi menangis. Tangannya yang penuh dengan bekas luka sayatan memegang perutnya yang begitu rata. Alvius, laki-laki muda lahir di bekasi, SD di Bandung ikut Paman Ali, SMP di Jakarta ikut Bude Rahmi. Masa remaja ia kost di Bandung. Terakhir ia kembali ke Bandung, ke rumah Paman Ali. Karena harus bolak-balik ke rumah sakit karena sakit.
Akhir Bulan Maret Alvius diajak Paman nengok kakeknya di Jawa, tepatnya di Kroya hingga hari ini Alvius masih di sini, di rawat intensif oleh VCT.
”Biarkan aku mati kak…, Aku gak mau minum obat, Aku gak mau di suntik, Gak…….., Gak kak…………!!!!”
Alvius tiba-tiba berontak. Tangannya hendak mencabut selang infus.
”Alvius..!!!Sesaat Alvius terdiam. Menggigit bibir keras-keras. Aku terpaku. Diam.
”Aku mau mati saja. Alvius berteriak lagi …………….!!! Ups neraka, Aku pasti masuk neraka. Tidak ....Tidak.... Tidak...
Aku belum mau mati!!!”
Sekejap ia menatapku tajam. “Alvina belum besuk aku? Ada yang tilpun bernama Alvina Kak?”
”Pacar Alvius?” Aku balik bertanya. Alvius mengangguk.
”Kalau aku mati, lalu Alvina bagaimana? Alvina sedang hamil kak.”
Anak Alvius?
Alvius mengangguk.
Aku beranjak dari duduk. Aku ambil air putih. Dengan sendok, aku Bantu Alvius minum. “Berat sekali hidupmu Nak. Aku tak mungkin katakan Alvina sekarang tengah sakit. Di bangsal sebelah.”
”Alvius sekarang makan yaa..!!”. Alvius hanya diam. Aku masukan jus putih telor melalui NGT. Matanya tetap terpejam
”Alvius sabar yaa. Saya ke kantor dulu. Satu jam lagi saya ke sini”. Kataku mengakhiri pertemuan pagi ini. Aku melangkah melewati koridor ruang sakura yang tidak terlalu ramai.
”Andika?” Aku menoleh pada suara lembut wanita yang memanggilku. “Ya…!!!”, jawabku.
”Bagaimana kondisi Alvius?”, tanya lanjut wanita catik berjilbab itu .
”Kurang Bagus.Bagaimana Bu, mau Folow Up sekarang?”, tanyaku pada wanita setengah baya yang aktif di VCT sebagai konselor.
”Menurut Andika bagaimana?”
Alvius seperti lelah sekali, nanti siang saja bagaimana?
”Baiklah, aku ke Alvina dulu aja. Ia juga kurang bagus kondisinya”.
Sodara-sodaraku. Alvius, Alvina dan janin yang dikandungnya adalah 3 generasi manusia yang amat menderita di usia yang begitu belia. HIV telah merenggut cita-cita dan cintanya. Di sekitar kita, di negeri kita, di luar sana, Alvius-Alvius lain terus bertambah. Apakah kita akan diam saja??
Lihat anak-anak kita!!! Mata bayinya begitu suci, nyanyian anak-anaknya begitu gembira. Tingkah ABG-nya begitu menggemaskan. Haruskah mereka juga akan menjadi Alvius? Yang begitu rapuh. Yang begitu mudah runtuh. Yang begitu mudah terpengaruh. Yang begitu mudah luluh.
Sodaraku, dimulai dari diri kita, dari yang kecil, dari yang kita bisa, dari hari ini, mari satukan hati untuk peduli ODHA untuk anak-anak tercinta, untuk generasi penerus bangsa.