Oleh: Elsi Dwi Hapsari, S.Kp., M.S., D.S.*
Staf pengajar di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Disampaikan pada Seminar Nasional PPNI Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 23 April 2011
Ringkasan:
Perkembangan profesi keperawatan di Jepang tidak dapat dilepaskan dari faktor trend populasi, kondisi kesehatan dan penyebab kematian yang terjadi di masyarakatnya dari waktu ke waktu. Penduduk Jepang mempunyai usia harapan hidup terlama di dunia dan angka fertilitas yang rendah. Di lain pihak, faktor sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat seperti pandangan terhadap kesehatan, tipe keluarga inti, peran wanita di masyarakat, dan sebagainya berkontribusi terhadap keunikan Jepang dalam proses pemberian pelayanan kesehatan bagi penduduknya. Pada kesempatan ini akan dibahas tentang Jepang (masyarakat dan kondisi kesehatan di masyarakat), keperawatan di Jepang (keperawatan dan pendidikan keperawatan, Japanese Nursing Association, penelitian keperawatan, tenaga kerja perawat, partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan), serta implikasinya terhadap keperawatan di Indonesia dan kaitannya dengan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Diharapkan tulisan ini dapat ikut berkontribusi dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pengalaman negeri sakura dalam mengoptimalkan peran profesi keperawatan dalam membantu mengatasi masalah kesehatan, diambil hikmahnya dan kemudian dapat menjadi bahan pertimbangan kita bersama untuk memberikan kontribusi dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.
Pengantar
A. Jepang
1. Masyarakat Jepang
Jepang, negara berpenduduk 128 juta jiwa, adalah negara kepulauan (memiliki sekitar 6.852 pulau). Banyak penelitian teknologi, mesin, dan biomedis yang dihasilkan oleh para ahli di Jepang dan diaplikasikan pada masyarakat. Faktor sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat seperti pandangan terhadap kesehatan, tipe keluarga inti, peran wanita di masyarakat, dan sebagainya berkontribusi terhadap keunikan Jepang dalam proses pemberian pelayanan kesehatan. Masyarakat Jepang dikenal dengan banyak sifat yang memberi kesan mendalam bagi mereka yang berkesempatan untuk berinteraksi langsung dengan mereka, seperti sifat kerja keras, rasa malu, hidup hemat, loyal, inovatif, pantang menyerah, gemar membaca, bekerja sama dalam kelompok, mandiri dan menjaga tradisi (Prijambada, 2011).
2. Kondisi Kesehatan Masyarakat Jepang
Kondisi kesehatan dan penyebab kematian penduduk merupakan dua hal penting yang mempengaruhi kebijakan pemerintah Jepang dan juga dalam pola pemberian perawatan terhadap masyarakatnya. Usia harapan hidup terlama di dunia adalah pada penduduk Jepang (82.6 tahun). Angka fertilitasnya adalah 1.39. Pada tahun 2020 nanti diperkirakan lebih dari satu di antara 4 penduduk Jepang akan berusia di atas 65 tahun. Masyarakat lanjut usia di Jepang sangat memperhatikan kesehatannya dan berusaha untuk tetap sehat dengan cara berusaha untuk melakukan relaksasi, memelihara jadwal yang regular, makan makanan yang seimbang, melakukan olahraga, dan seterusnya. Pemerintah Jepang berusaha untuk dapat mensosialisasikan kegiatan promosi kesehatan, seperti dengan memberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis dan konsultasi setiap tahunnya, mengeluarkan undang-undang yang relevan terkait hal tersebut dengan memperhatikan masukan dari berbagai profesi termasuk keperawatan. Penyebab kematian terbesar penduduk Jepang saat ini adalah neoplasma, penyakit jantung, dan penyakit serebrovaskuler. Pada tahun 1950-an, penyebab kematian utama adalah tuberculosis, penyakit serebrovaskuler dan pneumonia. Dari tahun 1950-an sampai dengan tahun 2000-an terdapat perubahan tempat meninggalnya warga Jepang, dari rumah menjadi di rumah sakit.
B. Keperawatan di Jepang
1. Keperawatan dan Pendidikan Keperawatan di Jepang
Sampai dengan April 2006 di Jepang terdapat 146 universitas, 45 college dan 510 lembaga pendidikan lainnya yang membuka program untuk perawat, bidan, perawat komunitas maupun lembaga pelatihan yang memberikan lisensi. Pendidikan keperawatan di Jepang dimulai pada tahun 1885 dengan didirikannya sekolah keperawatan pertama oleh seorang dokter yang mempelajari konsep yang disampaikan oleh Florence Nightingale. Pada saat itu, image tentang keperawatan adalah sebagai tenaga terdidik dan caring, namun demikian keperawatan diidentikkan sebagai suatu pekerjaan yang keras, kotor, berbahaya, gaji rendah, dsb. Setelah Perang Dunia II, pendidikan keperawatan di Jepang diselenggarakan di tingkat universitas dan terus berkembang sampai dengan saat ini. Kategori perawat di Jepang meliputi perawat, bidan, dan perawat komunitas.
Untuk dapat bekerja sebagai perawat yang berlisensi di Jepang, seorang calon perawat harus menyelesaikan pendidikan setingkat SMA terlebih dahulu dan kemudian belajar di universitas selama 4 tahun, atau dapat juga dengan mengikuti program pendidikan 3 tahun, lalu mengikuti ujian nasional yang diselenggarakan satu tahun sekali oleh pemerintah Jepang. Lisensi sebagai bidan maupun sebagai perawat komunitas dapat diperoleh setelah memperoleh lisensi sebagai perawat terlebih dahulu. Lisensi ini berlaku untuk seumur hidup, baik untuk perawat asli Jepang maupun perawat asing yang lulus ujian nasional keperawatan di Jepang.
Terkait undang-undang, pada 1948, pemerintah Jepang mengeluarkan Undang-Undang Perawat, Bidan dan Perawat Komunitas. Pada tahun 1992 pemerintah Jepang mengeluarkan Undang-undang Tenaga Kerja Perawat (Nursing Human Resource Law). Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah untuk meningkatkan tingkat pendidikan perawat karena hal tersebut diperlukan untuk dapat memberikan perawatan pada populasi Jepang yang sebagian besar memasuki lanjut usia (diperlukan perawatan yang kompleks dan perawatan yang berbasis pada komunitas).
2. Japanese Nursing Association (JNA)
JNA didirikan pada tahun 1946. Aktivitas JNA antara lain membuat kelompok-kelompok penelitian yang hasilnya dapat berkontribusi dalam proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah, kode etik keperawatan dan standar asuhan keperawatan. JNA mempunyai pusat riset, perpustakaan da juga perusahaan percetakan untuk dapat mencetak jurnal-jurnal keperawatan ataupun textbook. JNA juga menyelenggarakan bermacam kegiatan continuing nursing education. Saat ini yang sedang diperjuangkan JNA adalah rasio staf perawat dengan pasien dan mereformasi pendidikan keperawatan di tingkat dasar (JNA, 2011).
3. Penelitian Keperawatan di Jepang
Penelitian keperawatan di Jepang difasilitasi oleh diadakannya konferensi keperawatan tiap tahun oleh setiap bidang ilmu dalam keperawatan. Dilaporkan bahwa dalam satu tahun, produktivitas tulisan ilmiah oleh perawat Jepang adalah 480 buah. Kehadiran perawat Jepang dalam kegiatan ilmiah seperti seminar/konferensi mencapai 17.000 orang. Penelitian yang dihasilkan oleh perawat Jepang mencerminkan kebutuhan kesehatan pada masyarakat Jepang dan berkontribusi pada proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah. Pemerintah Jepang sendiri memberikan dukungan pada perkembangan penelitian keperawatan dengan membuat Center for Education and Research in Nursing Practice (Chiba University), 21st Century Center of Excellence for Disaster Nursing (University of Hyogo), dst. Saat ini, fokus utama penelitian keperawatan adalah pada trend masyarakat Jepang di masa yang akan datang dan juga riset-riset lintas budaya dan studi komparasi.
4. Tenaga Kerja Perawat
Pada tahun 2004, jumlah perawat di Jepang adalah 1.292.593 orang (prosentase perawat laki-laki adalah 4.23%). Pada tahun-tahun mendatang kebutuhan perawat di Jepang akan meningkat dan terjadi ketidakseimbangan antara supplai dan kebutuhan perawat, sehingga pemerintah Jepang menerapkan kebijakan untuk menerima tenaga kerja perawat dari luar negeri, seperti dari Indonesia dan Filipina.
5. Partisipasi dalam Proses Pembuatan Kebijakan
JNA berperan dalam berbagai kebijakan yang diambil pemerintah terkait kesehatan seperti sistem biaya perawatan kesehatan, rasio perawat dibanding pasien, dan revisi terhadap undang-undang yang berlaku. Hal tersebut didukung oleh hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh kalangan keperawatan dan kemampuan untuk me-lobby pemerintah.
C.Implikasinya terhadap Keperawatan di Indonesia dan Kaitannya dengan Pencapaian Millennium Development Goals (MDGs)
MDGs merupakan target dan tindakan yang telah disepakati dalam Millennium Declaration yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala negara pada United Nations Millennium Summit di bulan September 2000. MDGs terdiri dari delapan sasaran, tiga diantaranya berkaitan langsung dengan kesehatan reproduksi dan seksual (peningkatan kesehatan maternal, penurunan angka kematian anak dan memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya) dan empat sasaran lainnya berkaitan langsung dengan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi (eradikasi kemiskinan dan kelaparan, pencapaian pendidikan primer secara universal, kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita, dan memastikan keberlanjutan lingkungan).
Setelah mengetahui secara singkat apa yang terjadi di Jepang, berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perawat Indonesia untuk dapat berkontribusi secara bermakna dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.
Tingkat individu:
Internal:
1. Meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan serta mengaplikasikannya di masyarakat untuk peningkatan kondisi kesehatan. Mempunyai pengetahuan yang baik tentang trend populasi masyarakat Indonesia, pola penyakit, dst.
2. Meminimalkan terjadinya nursing errors.
Eksternal:
1. Menjadi volunteer (sukarelawan) dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pencapaian MDGs.
2. Ikut aktif dalam kegiatan organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan lainnya yang berkaitan dengan pencapaian MDGs.
3. Aktif menginformasikan hasil-hasil kegiatan yang telah dilakukan terkait dengan pencapaian MDGs, misalnya dalam kegiatan konferensi, mengirimkan hasil penelitian ke jurnal, dst.
Tingkat organisasi:
1. Terlibat aktif dalam organisasi keperawatan dan meningkatkan profesionalisme organisasi profesi.
2. Terlibat dalam proses perumusan kebijakan, pelaksanaan maupun evaluasi program yang terkait dengan pencapaian MDGs baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Membantu secara aktif anggota PPNI yang ingin berkontribusi dalam pencapaian MDGs, baik melalui peran sebagai pemberi perawatan, komunikator, tenaga pengajar, advokasi pada klien, konselor, agen perubah, maupun peneliti.
3. Melakukan kegiatan secara berkala terkait dengan pencapaian MDGs dengan melibatkan pihak ataupun profesi lain.
3. Berkoordinasi dengan profesi lain dan para pemangku kepentingan.
Dukungan pemerintah sangat penting agar profesi keperawatan dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.
Penutup
Telah disampaikan ulangan singkat tentang Jepang (masyarakat dan kondisi kesehatan di masyarakat), keperawatan di Jepang (keperawatan dan pendidikan keperawatan, Japanese Nursing Association, penelitian keperawatan, tenaga kerja perawat, partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan), serta implikasinya terhadap keperawatan di Indonesia dan kaitannya dengan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs). Peran pemerintah dan organisasi profesi keperawatan sangat penting untuk mengatasi masalah kesehatan, baik dari sisi kebijakan pemerintah yang tercermin dalam undang-undang, maupun dari sisi organisasi profesi yang tercermin dalam perkembangan tingkat pendidikan, penelitian, dan kontribusi terhadap masyarakat. Perawat Indonesia perlu terus meningkatkan kemampuan untuk dapat berkontribusi secara bermakna dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia dan hal ini tidak dapat lepas dari dukungan pemerintah.
Daftar Pustaka
A Profile of Older Japanese 2011. Avaliable http://www.ilcjapan.org/agingE/POJ11.html.
Hapsari ED. Current situation of Indonesian nurses study and work in Japan. Proceeding of International Nursing Seminar: Indonesian nurses to study and work in 3 countries: Preparation and Challenges. Yogyakarta, 5 October 2010.
Hapsari ED. Bekerja sebagai perawat di Jepang. Prosiding Pelatihan Persiapan Tes Kemampuan Kangoshi Kokka Shiken, 5 Februari 2011, halaman 17-19.
Hapsari ED. Kompetensi dan Kontribusi Profesi Keperawatan dalam Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Disampaikan pada Seminar Keperawatan PPNI Kabupaten Wonosobo, 23 Maret 2011.
Japanese Nursing Association. Participation in Policy Making. http://www.nurse.or.jp/jna/english/activities/participation.html. Tanggal akses: 15 April 2011.
JNA News Release, 2011 vol. 5.
Prijambada ID. Budaya dan Bahasa Jepang Selayang Pandang Serta Ujian Kemampuan Berbahasa Jepang. Prosiding Pelatihan Persiapan Tes Kemampuan Kangoshi Kokka Shiken, 5 Februari 2011, halaman 9-16.
Primomo, J. (May 31, 2000): Nursing Around the World: Japan – Preparing for the Century of Elderly. Online Journal of Issues in Nursing, volume 5 no. 2, Manuscript 2. Available www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/ANAPeriodicals/OJIN/TableofContents/Volume52000/No2May00/JapanElderlyCentury.aspx.
Turale S, Ito M, Nakao Fujiko. Issues and challenges in nursing and nursing education in Japan. Nurse Education in Practice (2008) 8, 1-4.
Perawat Indonesia yang sedang belajar/bekerja di Jepang, Belanda, Thailand, Australia, Amerika, dll punya tanggung jawab, bila perlu menulis artikel ilmiah, untuk menginformasikan tentang Undang-undang Keperawatan yang ada di negara-negara tersebut. Di Jepang sudah ada sejak 1948. Bagaimana dgn di negara lainnya? Ayo berkontribusi dalam membuat Indonesia menjadi lebih baik.
1 comment:
pErawat2 jepang emang kerennn.....
pEraWat iNdoNesia jAngan mAu ketinGgalan dOng....
bAngkit jg pErawat iNdoNesia...wanna be an international nUrse...
BTW,bIsa mUat perkembangan profesi perawat indonesia secara keseluruhan gk....
Post a Comment